A. Manusia
dan Pencari Kebenaran
Manusia selalu bertanya karena
terdorong oleh rasa ingin tahu terhadap hal ihwal yang tersembunyi di sekitar
hidupnya. Rasa ingin tahu tersebut sudah muncul pada awal perkembangan
hidupnya. Manifestasi dari hasrat ingin tahu tersebut antara lain berupa
pertanyaan apa ini atau apa itu? Pertanyaan tersebut selanjutnya berkembng
menjadi: mengapa demikian dan bagaimana cara mengatasinya? Jawaban atas
pertanyaan ini, akan melahirkan sebuah kebenaran. Kebenaran merupakan dunia
hakiki. Hakiki dari kata haq, berarti
kanan. Yang kanan, diyakini sebagai suatu yang benar. Dalam sejarah
perkembangannya, manusia ternyata selalu berusaha memperoleh pengetahuan yang
benar atau yang secaara singkat dapat disebut sebagai kebenaran (Suryabrata,
2000: 2).
Kebenaran memang unik, tak pernah
terjawab secara mudah. Berbagai abstraksi sering dipakai un tuk menjawaab
pertanyaan , untuk menemukan kebenaran. Abstraksi lahir atas akal budi, yang
berdaya nalar tinggi. Akal budi merupakan alat abstraksi untuk menemukan
kebenaran yang lebih esensial. Dengan akal budinya, maka kemampuan manusia
bersuara bisa menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Lewat bahasa dan
komunikasi, manusia hendak menemukan kebenaran. Kebenaran merupakan cita-cita
tertinggi, yang selalu menjadi obsesi hidup.
Manusia mampu menciptakan dan
menggunakan simbol-simbol dalam kehidupan sehari-hari, , sehingga oleh Cassier
(Suriasumantri, 2005: 171) disebut sebagai animal
simbolicum. Lewat simbol, manusia meraba-raba makna, hingga menemukan
kebenaran hakiki. Aristoteles menyebut manusia karena kemampuan sebagai animal that reason, dengan ciri utamanya
selalu ingin mengetahui. Rasa ingin tahu inilah yang menyebabkan manusia harus
mengejar kebenaran. Manusia melekat kehausan intelektual (intelectual
curiousity), yang menjelma dalam aneka wujud pertanyaan (Rinjin, 1996: 9).
Aliran-aliran kebenaran cukup
banyak yang muncul di tengah kita. Berbagai aliran kebenaran, berupaya untuk
menyajikan upaya yang terbaik. Aliran yang termaksud, yaitu: a. Realisme: Memercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya
xsendiri dan sesuatu yang pada hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang; b. Naturalisme: Sesuatu yang bersifat
alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut
kodratnya sendiri; c.Positivisme:
Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat
ditangkap panca indera. Tolak ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat
dan memiliki keseimbangan logika; d.
Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi
merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada di atas
kekuatannya sendiri. Filsufi remi dari ajaran komunisme; e. Idealisme: Idealisme menjelaskan semua objek dalam alam dan
pengalaman sebagai pernyataan pikiran; f.
Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus-menerus, yang
sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis,
karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.
B. Cara
Penemuan Kebenaran
Cara menemukan kebenaran, terkait
dengan sebuah pilihan hidup. Dalam setiap berpikir filsafat, kebenaran tidak
datang dengan sendirinya, melainkan perlu dicari dengan cara yang tepat.
Kebenaran selalu tersembunyi dibalik fakta, fenomena, realita, dan data. Cara
penemuan kebenaran berbeda-beda, kebenaran dapat dilihat secara ilmiah dan non
ilmiah. Menurut Kasmadi dkk (1990) adalah sebagai berikut: 1. Penemuan secara
kebetulan, adalah penemuan yang berlangsung secara tanpa disengaja, 2. Penemuan
coba dan ralat (trial and error), terjadi
tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil berdasarkan kebenaran
yang dicari. 3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan, misalnya orang-orang
yang mempunyai kedudukan dan kekuasaaan sering diterima sebagai kebenaran
meskipun pendapatnya tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. 4. Penemuan
secara spekulatif, cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. 5. Penemuan
kebenaran lewat cara berpikir, kritis, dan rasional. Cara berpikir Yang
ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan cara
berpikir analitis dan sintetis. 6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah,
cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah adalah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam
taraf keilmuan.
Kebenaran adalah kesesuaian objek
dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter kebenaran. Konsep
kebenaran memiliki karakteristik, yaitu:
1.
Kebenaran
bersifat universal. Kebenaran suatau pemikiran harus bernilai universal,
artinya berlaku untuk kapan pun dan dimanapun. Jika tidak demikian maka peserta
diskusi yang tempat dan waktu mendapatkan pengetahuan baru tersebut berbeda
tidak dapat menerima kebenaran tersebut.
2.
Kebenaran
bersifat mtlak. Tanpa pandangan tersebut, maka diskusi akan sia-sia. Apapun
pengetahuan baru yang ada dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai
kebenaran. Sehingga semua perkataan yang dikemukakan dalam sebuah diskusi tidak
berbeda dengan kebohongan, ketidakwarasan, dan omongkososng.
3.
Kebenaran
bersifat manusiawi. Artinya bahwa pengetahuan yang disampaikan secara alamiah
dapat diterima tau dimengerti oleh manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti
melalui bujukan, rayuan atau paksaan. Jika ada rekayasa seperti itu maka perlu
dipertanyakan kebenarannya. Kebenaran akan diterima jika halitu memang sebuah
kebenaran, diakui secara lisan atau tidak.
4.
Kebenaran
bersifat argumentatif. Dalam sebuah diskusi pembuktian terhadap kebenaran
sebuah pendapat atau pengetahuan baru harus dimiliki.Argumentasi digunakan
untuk menjelaskan proses mendapatkan pengetahuan baru tersebut sehingga orang
lain dapat menilai kebenarannya dari proses tersebut. Argumentasi adalah proses
bergeraknya suatu pengetahuan yang menjadi patokan menuju pengetahuan baru
(kesimpulan). Dalam menilai kebenaran dan keabsahan aargumentasi ada dua hal
yang harus diperhatikan. Pertama adalah kebenaran dari isi pengetahuan yang
menjadi pijakan. Kedua adalah keabsahan penyusuanan pengetahuan-pengetahuan
pijakan menjadi suatu kesimpulan (proses pengambilan kesimpulan).
5.
Kebenaran
bersifat ilmiah. Ini dimaksudkan agar kebenaran suatu pengetahuan dapat
dibuktikan oleh orang lain bahawa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan
yang ada. Kebenaran yang tidak dapt dibuktikan oleh orang lain tidak dapat
didiskusikan. Artinya bahawa kebenaran tersebut tidak dapat dihukumi untuk
orang lain.
C. Jenis-jenis
Kebenaran
Kebenaran hampir selalu bersifat nisbi, tidak mutlak,
dan ada tawar-menawar. Menurut cara memperoleh kebenaran, dapat dibagi dalam
tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu: a. Kebenaran
epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia;
b. Kebenaran ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat
kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan; c. Kebenaran semantikal, adalah
kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa; d.
Kebenaran aksiologikal, adalah kebenaran tergantung pada kegunaan sesuatu.
Jika berdasarkan asal-usul kebenaran dapat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu 1. Kebenaran diri sendiri, yaitu kebenaran atas dasar
pertimbangan subjektif, pribadi, dan individual. 2. Kebenaran kolektif, adalah
kebenaran menurut pertimbangan orang banyak. 3. Kebenaran Illahi, adalah
kebenaran yang berasal dari Tuhan. Kebenaran semacam ini mutlak adanya, sulit
dibantah.
Ada berbagai macam fakta yang mengitari sebuah
kebenaran, yaitu: a. Positivistik berpandangan
bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan
sensual lainnya; b. Fenomenologik memiliki dua arah
perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori
korespondensi yaitu adnya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua,
menjurus kearah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem
nilai; c. Rasionalistik menganggap
suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional; d. Realisme-metafisik berpendapat bahwa
sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empirik dengan objektif; e. Prakmatisme memiliki pandangan bahwa
yang ada itu berfungsi.
Ada beberapa teori kebenaran yang dapat digunakan para
pemerhati filsafat ilmu. Teori tersebut yaitu: 1. Teori kebenaran saling
berkesuaian (Correspondence Theory of
Truth). Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai kebenaran
apabila berkesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenaran demikian dapat dibuktikan
secara langsung pada dunia kenyataan. 2. Teori kebenaran inherensi (inherent theory of truth). Pandangannya
adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat. 3. Teori kebenaran B berdasarkan arti (semantic theory of truth). 4. Teori
kebenaran sintaksis. Teori berkembang diantara filsuf analisis bahasa, terutama
yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika. 5. Teori kebenaran nondeskripsi.
Karena pada dasarnya suatu statement
atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan
fungsi pernyataan itu. 6. Teori kebenaran logik yang berlebihan (logical superfluity of truth). Pada
dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan
kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada
dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logi yang
sama yang masing-masing saling melingkupinya.
Secara rinci kebenaran juga dapat dijelaskan dalam
aneka macam, yaitu: a. Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaianmatau
keharmonisan antara sesuatukyang lain dengan sesuatu yang memiliki
hierarkimlebih tinggi dari sesuatumunsur tersebut, baik berupa skema, sistem
taupun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional maupun pada
dataran transcendental; b. Berpikir benar korespondensiala adalah berpikir
tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Korespondensi
relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta
dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan believe yang diyakini, yang sifatnya spesifik; c. Kebenaran
performatif, yaitu ketika pemikiran
manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang
ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoretik, maupun yang filsufik; d.
Kebenaran prakmatik, yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memiliki kegunaan praktis; e. Kebenaran proposisi, adalah suatu pernyataan
yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subjektif
individual sampai yang objektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah
bila sesuai dengan persyaratan formal formal suatu proposisi. Pendapat lain
yaitu Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benar materialnya; f. Kebenaran struktural paradikmatik
ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang
analisis regresi, analisi faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih
dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. padahal semestinya
keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu
memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
Comments
Post a Comment